MENANGGULANGI
MENTAL-MENTAL KORUPTOR
DIBALIK
SEORANG AKADEMISI
Tidak henti-hentinya
semua kalangan baik kalangan masyarakat, kalangan akademis, maupun kalangan
birokrasi membicarakan masalah korupsi. Korupsi seolah-olah menjadi santapan
wajib yang harus mendapat sentuhan oleh masing-masing orang untuk dibicarakan.
Tema korupsi semakin mendapat tempat khusus dalam setiap kajian termasuk dalam
kesempatan kali ini. Korupsi berasal dari bahasa Latin
yaitu corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak,
menggoyahkan, memutar balik, atau menyogok. Korupsi dapat dimaknai sebagai
penyalahgunaan wewenang dalam jabatan yang dimiliki oleh seseorang. Seiring
perkembangannya, korupsi semakin diperluas dalam berbagai makna seperti;
memakan uang rakyat, mencontek, suap-menyuap, terlambat masuk kelas, dan masih
banyak yang lainnya. Dalam kajian ini, penulis mencoba memfokuskan bahasan
terhadap tindakan korupsi yang ada dibalik seorang akademisi atau bisa
dikatakan kalangan terpelajar. Penulis lebih memfokuskan kajian terhadap mental
malas sebagai salah satu bentuk bibit-bibit koruptor yang ada pada akademisi di
tingkat perguruan tinggi.
Seperti yang diketahui bahwa seorang akademisi atau
kalangan terpelajar merupakan investasi negara sebagai penerus bangsa. Dapat
dikatakan bahwa nasib bangsa dan negara kedepannya sangat ditentukan oleh
generasi muda khusunya para akademisi tersebut. Melalui Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
(DIKTI), pemerintah selalu mengusahakan peningkatan SDM Indonesia melalui
bidang-bidang akademis. Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah setiap
tahunnya untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Upaya-upaya yang
dilakukan pemerintah antara lain; pemberian beasiswa bagi orang-orang
berprestasi dan kurang mampu, penetapan kebijakan uang kuliah tunggal (UKT),
pembangunan sarana dan prasarana yang memadai, pembenahan kurikulum, serta
berupaya bekerjasama dengan badan-badan usaha dalam hal pengadaan berbagai
macam beasiswa. Usaha-usaha tersebut tentunya harus diimbangi dengan peran
masyarakat, dalam hal ini akademisi untuk saling mendukung upaya pemerintah
tersebut. Seorang akademisi, hendaknya menggunakan secara penuh dan bertanggung
jawab terhadap seluruh fasilitas yang telah diberikan oleh pemerintah. Mahasiswa
tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan yang telah didapat ketika sudah berada di
perguruan tinggi yang diinginkan.
Namun fenomena yang
banyak ditemui oleh penulis telah berkata lain. Tidak sedikit akademisi, dalam
hal ini mahasiswa yang tidak bisa menyeimbangkan usaha-usaha yang telah
dilakukan oleh pemerintah. Banyak mahasiswa yang justru menyia-nyiakan
kesempatan yang mereka peroleh, dan parahnya tidak sedikit mahasiswa yang
tergolong dalam hal tersebut adalah mahasiswa yang mendapatkan kesempatan untuk
menerima beasiswa yang diberikan oleh pemerintah. Kebiasaan telat,
bermalas-malasan untuk kuliah, kuliah ala kadarnya, serta banyak bermain-main
merupakan kebiasaan-kebiasaan yang sangat sering disaksikan. Sejatinya
mahasiswa merupakan agent of change
dalam suatu negara yang seharusnya memberikan contoh-contoh positif serta
teladan-teladan yang bermanfaat bagi orang-orang disekitarnya. Diketahui bahwa
seleksi penerimaan mahasiswa yang dilakukan terpusat merupakan seleksi yang
tidak mudah. Ribuan bahkan ratusan ribu orang memperebutkan bangku kuliah yang
mereka impi-impikan hingga akhirnya diputuskan hanya beberapa ribu saja yang
mendapatkan kesempatan. Sisanya adalah mereka-mereka yang belum beruntung,
sehingga secara otomatis mereka yang telah mendapat kesempatan sebagai
mahasiswa mendapat mandat dari mereka yang kurang beruntung untuk meneruskan
perjuangan di bidang pendidikan. Dapat dibayangkan betapa kejam dan egoisnya seorang
mahasiswa yang telah mendapat kesempatan sekaligus memendam harapan mereka yang
kurang beruntung, jika telah menyia-nyiakan apa yang telah diperolehnya sebagai
mahasiswa.
Sejatinya jika seorang mahasiswa
bermalas-malasan untuk kuliah dan mengikuti berbagai macam kehidupan kampus, ia
tidak berbeda dengan seorang koruptor. Apa alasannya? Bagi mahasiswa yang
kuliah menggunakan biaya dari orang tua, sudah tentu jika ia bermalas-malasan
maka secara tidak langsung ia telah menyalahgunakan kepercayaan dan biaya yang
diupayakan oleh orang tuanya. Perlu diketahui bahwa orang tua yang berada jauh
disana tidak habis-habisnya bekerja keras demi anak mereka, demi meningkatkan
derajat putra dan putri mereka, serta mengangkat derajat keluarga. Orang tua
hanya menginginkan anak mereka pandai dan sederajat dengan teman-teman
sebayanya. Untuk mahasiswa yang dibiayai oleh beasiswa dari pemerintah, akan
semakin jelas statusnya sebagai seorang koruptor jika ia menyia-nyiakan
kesempatan untuk berkuliah. Setiap tahunnya pemerintah selalu mengalokasikan
dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dikhususkan untuk dana
pendidikan. Dana pendidikan yang didapat dari APBN dialokasikan kembali kedalam
bentuk pembangunan gedung, pengadaan buku-buku kuliah, penunjangan kurikulum,
pemberian beasiswa, dan untuk kepentingan penunjang pendidikan lainnya. APBN
yang ada merupakan uang rakyat yang didapat melalui hasil pemungutan pajak,
retribusi, dan lain-lain. Ini berarti jika sebagai penerima beasiswa seseorang
cenderung bermalas-malasan, maka ia tidak jauh berbeda dengan seorang koruptor
karena telah mengorbankan dan menyelahgunakan uang rakyat. Penerima beasiswa
dalam suatu perguruan tinggi merupakan sosok-sosok pemberi teladan bagi
mahasiswa lainnya. Ini berarti, penerima beasiswa seharusnya dapat menjadi panutan
bagi mahasiswa lain baik dari segi semangat belajar maupun semangat
berorganisasi. Penerima beasiswa hendaknya menggunakan sebaik mungkin
kesempatan yang diperoleh dengan lebih memompa semangatnya dalam berkuliah.
Refleksi
Dapat direnungkan bersama-sama berapa
banyak orang disekitar yang kesempatannya harus tertunda untuk menuju jenjang
perguruan tinggi. Janganlah menggebu-gebu untuk memberantas korupsi terlebih
dahulu sebelum berkaca bagaimana dengan diri masing-masing. Memberantas korupsi
bukan dimulai dari cara menerapkan undang-undang yang berlaku, memboikot
aparat-aparat yang korup, ataupun berdemo besar-besaran menurunkan para
koruptor dari meja birokrasi, tetapi memberantas korupsi yang paling efektif
adalah dimulai dari diri sendiri. Dapat disaksikan juga saudara-saudara kita
yang berada di pelosok-pelosok negeri, betapa besarnya semangat mereka dalam
mencari ilmu. Mereka berani mengambil berbagai macam resiko demi mencapai
sekolah yang mereka tuju, mulai dari berjalan kaki menelusuri hutan panjang
hingga berenang menyebrangi sungai yang lebar dan berarus deras. Sementara
sebagian besar orang-orang yang berada di kota malah sebaliknya. Dengan
berbagai fasilitas yang memadai seperti jalan yang mudah dilalui, tersedianya
kendaraan umum maupun pribadi, tersedianya fasilitas sekolah yang berjarak
dekat, dan kemudahan-kemudahan lainnya malah membuat semangat yang dimiliki
berlawanan arah dengan mereka. Cenderung malas, datang terlambat, bahkan
memilih untuk membolos ketika tidak nyaman pada mata kuliah yang ditempuh
merupakan hal-hal yang banyak ditemukan. Orang-orang yang berada di daerah yang
memiliki fasilitas pendidikan mendukung cenderung terlena sehingga lebih sering
disalahgunakan dan tidak dimanfaatakan sebaik mungkin.
Saran
Sudah saatnya membuang
jauh-jauh mental koruptor yang ada didalam diri setiap mahasiswa. Sebagai
seorang mahasiswa hendaknya kembali kepada kodrat yang sesungguhnya bahwa
mahasiswa sebagai agent of change
dalam hal ini perubahan menuju arah yang lebih baik. Memanfaatkan kesempatan
sebaik mungkin merupakan salah satu rumusan wajib yang harus tertanam dalam
masing-masing benak mahasiswa, tentunya kesempatan dalam melakukan hal-hal yang
mengarah kepada kebaikan. Sudah saatnya untuk kembali mempertanggungjawabkan
apa yang telah dicapai dan dimiliki. Mahasiswa bukan saatnya lagi untuk
bermain-main hingga lupa akan tugasnya sebagai mahasiswa. Mahasiswa harus
kembali kepada koridor yang sesungguhnya.
Cara-cara yang harus
dilakukan mahasiswa untuk membuang mental-mental koruptor adalah dengan memulai
segala sesuatu dari hal-hal yang kecil. Sebagai contoh, menata porsi tidur dan
membiasakan bangun pagi, mengurangi kebiasaan-kebiasaan yang tidak terlalu
penting, selalu mengerjakan tugas kuliah tepat waktu dengan pemikiran sendiri,
ikut berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kampus, dan menata ulang porsi
belajar. Menata porsi tidur dan membiasakan bangun pagi bertujuan agar
mahasiswa tidak lagi terjerat masalah bangun kesiangan sehingga akan berakibat
telat saat masuk kuliah. Hal tersebut mempengaruhi penilaian dosen terhadap
mahasiswa yang secara otomatis dapat menentukan prestasi mahasiswa yang
bersangkutan. Meninggalkan kebiasaan-kebiasaan yang tidak terlalu penting.
Contohnya bagi mahasiswi seperti kebiasaan shopping (yang berakibat pemborosan terhadap uang saku yang
dikirimkan oleh orang tua) dan ngobrol hingga lupa waktu. Untuk
mahasiswa putra yang perlu dikurangi adalah kebiasaan nggame, kebiasaan begadang malam, atau kebiasaan keluyuran. Hal
tersebut secara tidak sadar akan mengurangi atau bahkan membuang waktu-waktu
produktif yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk menambah pengetahuan.
Mengerjakan tugas kuliah tepat waktu dan atas pemikiran sendiri dimaksudkan
untuk melatih mahasiswa tertib dalam penggunaan waktu dan menghindari tindakan
plagiat (korupsi waktu dan korupsi karya orang lain). Selanjutnya adalah menata
ulang porsi belajar. Ini dimaksudkan agar mahasiswa terbiasa menjalani
kewajibannya untuk belajar dan membantu mahasiswa dalam mengurangi
kebiasaan-kebiasaan yang dapat merugikan waktu dan produktifitas mahasiswa itu
sendiri. Yang terakhir adalah ikut berpartisipasi aktif dalam kegiatan-kegiatan
yang ada di kampus. Bermacam-macam kegiatan yang disediakan oleh kampus seperti
organisai mahasiswa, UKM, dan seminar-seminar hendaknya diikuti oleh mahasiswa.
Organisasi, UKM, dan seminar merupakan sarana bagi mahasiswa untuk memperoleh
pengetahuan dan pengalaman lebih. Kegiatan-kegiatan itu membekali banyak sekali
nilai-nilai baik terhadap mahasiswa seperti kepemimpinan, kerja keras, jujur,
disiplin, kerja sama, dan nilai-nilai yang lain. Dengan bergabung dalam
kegiatan-kegiatan kampus, mahasiswa dapat menimba ilmu lebih diluar perkuliahan
dan dapat memperoleh relasi teman yang berguna di lingkup kampus. Mengikuti
kegiatan kampus juga berguna untuk mengisi waktu luang mahasiswa setelah kuliah
dan tentunya dapat mengisi waktu luang mahasiswa dengan hal-hal yang sangat
berguna dibandingkan dengan bermain-main. Dengan cara-cara seperti itu,
mental-mental koruptor yang ada pada setiap diri mahasiswa akan berkurang
sehingga mahasiswa benar-benar sadar apa yang seharusnya ia lakukan dan apa yang
yang seharusnya ia tinggalkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar